Jumat, 17 Februari 2012

Sejarah Matematika

sejarah matematika adalah penyelidikan terhadap asal mula penemuan di dalam matematika dan sedikit perluasannya, penyelidikan terhadap metode dan notasi matematika pada masa silam.
Sebelum zaman modern dan penyebaran ilmu pengetahuan ke seluruh dunia, contoh-contoh tertulis dari pengembangan matematika telah mengalami kemilau hanya di beberapa tempat. Tulisan matematika terkuno yang telah ditemukan adalah Plimpton 322 (matematika Babilonia sekitar 1900 SM),[1] Lembaran Matematika Rhind (Matematika Mesir sekitar 2000-1800 SM)[2] dan Lembaran Matematika Moskwa (matematika Mesir sekitar 1890 SM). Semua tulisan itu membahas teorema yang umum dikenal sebagai teorema Pythagoras, yang tampaknya menjadi pengembangan matematika tertua dan paling tersebar luas setelah aritmetika dasar dan geometri.
Sumbangan matematikawan Yunani memurnikan metode-metode (khususnya melalui pengenalan penalaran deduktif dan kekakuan matematika di dalam pembuktian matematika) dan perluasan pokok bahasan matematika.[3] Kata "matematika" itu sendiri diturunkan dari kata Yunani kuno, μάθημα (mathema), yang berarti "mata pelajaran".[4] Matematika Cina membuat sumbangan dini, termasuk notasi posisional. Sistem bilangan Hindu-Arab dan aturan penggunaan operasinya, digunakan hingga kini, mungkin dikembangakan melalui kuliah pada milenium pertama Masehi di dalam matematika India dan telah diteruskan ke Barat melalui matematika Islam.[5][6] Matematika Islam, pada gilirannya, mengembangkan dan memperluas pengetahuan matematika ke peradaban ini.[7] Banyak naskah berbahasa Yunani dan Arab tentang matematika kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, yang mengarah pada pengembangan matematika lebih jauh lagi di Zaman Pertengahan Eropa.
Dari zaman kuno melalui Zaman Pertengahan, ledakan kreativitas matematika seringkali diikuti oleh abad-abad kemandekan. Bermula pada abad Renaisans Italia pada abad ke-16, pengembangan matematika baru, berinteraksi dengan penemuan ilmiah baru, dibuat pada pertumbuhan eksponensial yang berlanjut hingga kini.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_matematika

Sejarah Geometri non Euclid

Awal abad ke-19 akhirnya akan menyaksikan langkah-langkah yang menentukan dalam penciptaan non-Euclidean geometri. Sekitar tahun 1830, matematikawan Hungaria János Bolyai dan matematikawan Rusia Nikolai Lobachevsky secara terpisah diterbitkan risalah pada geometri hiperbolik. Akibatnya, geometri hiperbolik disebut Bolyai-Lobachevskian geometri, baik sebagai matematikawan, independen satu sama lain, adalah penulis dasar non-Euclidean geometri. Gauss disebutkan kepada ayah Bolyai, ketika ditampilkan karya Bolyai muda, bahwa ia telah dikembangkan seperti geometri sekitar 20 tahun sebelumnya, meskipun ia tidak mempublikasikan. Sementara Lobachevsky menciptakan geometri non-Euclidean dengan meniadakan paralel mendalilkan, Bolyai bekerja di luar geometri di mana kedua Euclidean dan geometri hiperbolik yang mungkin tergantung pada k parameter. Bolyai berakhir karyanya dengan menyebutkan bahwa tidak mungkin untuk memutuskan melalui penalaran matematis saja jika geometri alam semesta fisik Euclid atau non-Euclidean, ini adalah tugas untuk ilmu fisik.

Bernhard Riemann, dalam sebuah kuliah yang terkenal pada 1854, mendirikan bidang geometri Riemann, membahas khususnya ide-ide sekarang disebut manifold, Riemannian metrik, dan kelengkungan. Ia dibangun sebuah keluarga tak terbatas geometri yang tidak Euclidean dengan memberikan rumus untuk keluarga metrik Riemann pada bola satuan dalam ruang Euclidean. Yang paling sederhana ini disebut geometri berbentuk bulat panjang dan dianggap menjadi geometri non-Euclidean karena kurangnya garis paralel. [9]
[Sunting] Terminologi

Itu Gauss yang menciptakan istilah "non-euclidean geometri" [10] Dia merujuk pada karyanya sendiri yang hari ini kita sebut geometri hiperbolik.. Beberapa penulis modern yang masih menganggap "non-euclidean geometri" dan "geometri hiperbolik" menjadi sinonim. Pada tahun 1871, Felix Klein, dengan mengadaptasi metrik dibahas oleh Arthur Cayley pada tahun 1852, mampu membawa sifat metrik menjadi sebuah lokasi yang proyektif dan karena itu mampu menyatukan perawatan geometri hiperbolik, euclidean dan berbentuk bulat panjang di bawah payung projective geometri. [ 11] Klein bertanggung jawab untuk istilah "hiperbolik" dan "eliptik" (dalam sistem, ia disebut geometri Euclidean "parabola", sebuah istilah yang belum selamat dari ujian waktu). Pengaruhnya telah menyebabkan penggunaan saat ini dari "geometri non-euclidean" untuk berarti baik geometri "hiperbolik" atau "berbentuk bulat panjang".

Ada beberapa hebat matematika yang akan memperpanjang daftar geometri yang harus disebut "non-euclidean" dengan berbagai cara [12] Dalam disiplin ilmu lainnya., Fisika terutama matematika paling, istilah "non-euclidean" sering diartikan tidak Euclidean .
[Sunting] aksioma dasar non-Euclidean geometri

Geometri Euclidean aksiomatik dapat dijelaskan dalam beberapa cara. Sayangnya, sistem yang asli Euclid lima postulat (aksioma) bukan salah satu dari ini sebagai bukti nya mengandalkan asumsi tak tertulis beberapa yang juga seharusnya diambil sebagai aksioma. Sistem Hilbert yang terdiri dari 20 aksioma [13] paling dekat mengikuti pendekatan Euclid dan memberikan pembenaran untuk semua bukti Euclid. Sistem lain, menggunakan set yang berbeda dari istilah terdefinisi mendapatkan geometri yang sama dengan jalan yang berbeda. Dalam semua pendekatan, bagaimanapun, ada aksioma yang secara logis setara dengan kelima postulat Euclid, paralel dalil. Hilbert menggunakan bentuk aksioma Playfair, sementara Birkhoff, misalnya, menggunakan aksioma yang mengatakan bahwa "tidak ada sepasang segitiga serupa tapi tidak kongruen." Dalam salah satu sistem, penghapusan satu aksioma yang setara dengan postulat sejajar, dalam bentuk apapun yang diperlukan, dan meninggalkan semua aksioma lainnya utuh, menghasilkan geometri absolut. Sebagai pertama 28 proposisi Euclid (dalam The Elements) tidak memerlukan penggunaan postulat paralel atau apa setara dengan itu, mereka semua pernyataan benar dalam geometri mutlak [14].

Untuk mendapatkan geometri non-Euclidean, paralel dalil (atau ekuivalen) harus diganti oleh negasinya. Meniadakan bentuk aksioma Playfair, karena itu adalah pernyataan majemuk (... terdapat satu dan hanya satu ...), bisa dilakukan dengan dua cara. Entah ada akan ada lebih dari satu baris melalui paralel titik ke garis diberikan atau akan ada tidak ada garis melalui titik paralel ke garis yang diberikan. Dalam kasus pertama, menggantikan paralel dalil (atau ekuivalen) dengan pernyataan "Di pesawat, diberi titik P dan garis l tidak melewati P, terdapat dua garis melalui P yang tidak memenuhi l" dan menjaga semua aksioma lainnya, hasil geometri hiperbolik [15]. Kasus kedua tidak ditangani dengan mudah. Cukup mengganti paralel mendalilkan dengan pernyataan, "Dalam pesawat, diberi titik P dan garis l tidak melewati P, semua garis melalui P memenuhi l", tidak memberikan satu set konsisten aksioma. Ini mengikuti sejak garis paralel ada di geometri mutlak [16], tetapi pernyataan ini mengatakan bahwa tidak ada garis paralel. Masalah ini dikenal (dalam kedok yang berbeda) untuk Khayyam, Saccheri dan Lambert dan merupakan dasar untuk menolak mereka apa yang dikenal sebagai "kasus sudut tumpul". Untuk mendapatkan satu set konsisten aksioma yang meliputi aksioma ini tentang tidak memiliki garis paralel, beberapa aksioma lain harus tweak. Penyesuaian harus dibuat tergantung pada sistem aksioma yang digunakan. Beberapa diantaranya tweak akan memiliki efek memodifikasi kedua postulat Euclid dari pernyataan bahwa segmen garis dapat diperpanjang tanpa batas waktu untuk pernyataan bahwa garis tak terbatas. Geometri eliptik Riemann muncul sebagai geometri paling alami memuaskan aksioma ini.

Sejarah Geometri Euclid

Permulaan geometri terawal yang direkodkan boleh dijejak ke Mesopotamia purba, Mesir, dan Lembah Indus dari sekitar 3000 SM. Geometri awal adalah koleksi dari empirikal yang dijumpai yang mengambil berat jarak, sudut, luas, dan isipadu, yang telah berkembang untuk menemukan sesetengah keperluan praktikal dalam tinjauan, pembinaan, astronomi, dan berbagai kraf. Teks terawal yang dikenali pada geometri ialah Papirus Papirus Mesir, dan Papirus Moscow , Batu bersurat tanah liat Babylonia, dan Shulba Sutras India, manakala orang Cina mempunyai karya Mozi, Zhang Heng, dan Sembilan Bab pada Seni Matematik, ditulis oleh Liu Hui.
Elemen Geometri Euclid (c. 300 SM) merupakan salah satu dari teks awal yang terpenting pada geometri, dia persembahkan geometri dalam bentuk aksiomatik yang ideal, yang dikenali sebagai geometri Euclid. Treatis ialah bukan, seperti yang kadangkala diingatkan, satu ringkasan dari semua ahli matematik Hellenistik yang seumpama mengetahui tentang geometri pada masa itu; berbanding, ia adalah pengenalan elementari kepadanya;[2] Euclid sendiri menulis lapan lagi buku canggih pada geometri. Kami mengetahui dari rujukan lain bahawa Euclid ialah bukan buku teks elementari geometri pertama, tetapi yang lain jatuh pada tidak dalam kegunaan dan telah hilang.[perlu rujukan]
Pada Zaman Pertengahan, Ahli matematik Muslim menyumbangkan kepada perkembangan geometri, terutamanya geometri Algebra dan Algebra geometri. Al-Mahani (l. 853) mendapat idea mengurangkan masalah geometrikal seperti menyalin kubus kepada masalah dalam algebra. Thābit ibn Qurra (dikenali sebagai Thebit dalam Latin) (836-901) mengendali dengan pengendalian arimetikal yang diberikan kepada ratio kuantiti geometrikal, dan menyumbangkan kepada perkembangan geometri analitik. Omar Khayyám (1048-1131) menemui penyelesaian geometrik kepada persamaan kubik, dan penyelidikan besarannya dari penganggapan sejajar menyumbang kepada perkembangan geometri bukan Euclid.[perlu rujukan]
Pada awal abad ke-17, terdapat dua perkembangan penting dalam geometri. Yang pertama, dan yang terpenting, adalah penciptaan geometri analitik, atau geometri dengan koordinat dan persamaan, oleh René Descartes (1596–1650) dan Pierre de Fermat (1601–1665). Ini adalah prakursor diperlukan kepada perkembangan kalkulus dan sains kuantitatif tepat dari fizik. Perkembangan geometrik kedua dari tempoh kedua ini adalah penyelidikan sistematik dari geometri projektif oleh Girard Desargues (1591–1661). Geometri projektif adalah penyelidikan geometri tanpa ukuran, cuma dengan menyelidik bagaimana poin selari dengan satu sama lain.
Dua perkembangan dalam geometri pada abad kesembilanbelas mengubah cara ia telah dipelajari sebelumnya. Ini merupakan penemuan Geometri bukan Euclid oleh Lobachevsky, Bolyai dan Gauss dan dari formulasi simetri sebagai pertimbangan utama dalam Program Erlangen dari Felix Klein (yang menyimpulkan geometri Euclid dan bukan Euclid). Dua dari geometer tuan pada masa itu ialah Bernhard Riemann, bekerja utamanya dengan alatan dari analisis matematikal, dan memperkenalkan permukaan Riemann, dan Henri Poincaré, pengasas topologi algebraik dan teori geometrik dari sistem dinamikal.
Sebagai akibat dari perubahan besar ini dalam konsepsi geometri, konsep "ruang" menjadi sesuatu yang kaya dan berbeza, dan latarbelakang semulajadi untuk teori seperti berlainan seperti analisis kompleks dan mekanik klasikal. Jenis tradisional geometri telah dikenalpasti seperti dari ruang homogeneous, iaitu ruang itu mempunyai bekalan simetri yang mencukupi, supaya dari poin ke poin mereka kelihatan sama.

Sumber : http://ms.wikipedia.org/wiki/Geometri

Sejarah Kalkulus

Sejarah perkembangan kalkulus bisa ditilik pada beberapa periode zaman, yaitu zaman kuno, zaman pertengahan, dan zaman modern. Pada periode zaman kuno, beberapa pemikiran tentang kalkulus integral telah muncul, tetapi tidak dikembangkan dengan baik dan sistematis. Perhitungan volume dan luas yang merupakan fungsi utama dari kalkulus integral bisa ditelusuri kembali pada Papirus Moskwa Mesir (c. 1800 SM). Pada papirus tersebut, orang Mesir telah mampu menghitung volume piramida terpancung.[1] Archimedes mengembangkan pemikiran ini lebih jauh dan menciptakan heuristik yang menyerupai kalkulus integral.[2]
Pada zaman pertengahan, matematikawan India, Aryabhata, menggunakan konsep kecil tak terhingga pada tahun 499 dan mengekspresikan masalah astronomi dalam bentuk persamaan diferensial dasar.[3] Persamaan ini kemudian mengantar Bhāskara II pada abad ke-12 untuk mengembangkan bentuk awal turunan yang mewakili perubahan yang sangat kecil takterhingga dan menjelaskan bentuk awal dari "Teorema Rolle".[4] Sekitar tahun 1000, matematikawan Irak Ibn al-Haytham (Alhazen) menjadi orang pertama yang menurunkan rumus perhitungan hasil jumlah pangkat empat, dan dengan menggunakan induksi matematika, dia mengembangkan suatu metode untuk menurunkan rumus umum dari hasil pangkat integral yang sangat penting terhadap perkembangan kalkulus integral.[5] Pada abad ke-12, seorang Persia Sharaf al-Din al-Tusi menemukan turunan dari fungsi kubik, sebuah hasil yang penting dalam kalkulus diferensial. [6] Pada abad ke-14, Madhava, bersama dengan matematikawan-astronom dari mazhab astronomi dan matematika Kerala, menjelaskan kasus khusus dari deret Taylor[7], yang dituliskan dalam teks Yuktibhasa.[8][9][10]
Pada zaman modern, penemuan independen terjadi pada awal abad ke-17 di Jepang oleh matematikawan seperti Seki Kowa. Di Eropa, beberapa matematikawan seperti John Wallis dan Isaac Barrow memberikan terobosan dalam kalkulus. James Gregory membuktikan sebuah kasus khusus dari teorema dasar kalkulus pada tahun 1668.

Gottfried Wilhelm Leibniz pada awalnya dituduh menjiplak dari hasil kerja Sir Isaac Newton yang tidak dipublikasikan, namun sekarang dianggap sebagai kontributor kalkulus yang hasil kerjanya dilakukan secara terpisah.
Leibniz dan Newton mendorong pemikiran-pemikiran ini bersama sebagai sebuah kesatuan dan kedua orang ilmuwan tersebut dianggap sebagai penemu kalkulus secara terpisah dalam waktu yang hampir bersamaan. Newton mengaplikasikan kalkulus secara umum ke bidang fisika sementara Leibniz mengembangkan notasi-notasi kalkulus yang banyak digunakan sekarang.
Ketika Newton dan Leibniz mempublikasikan hasil mereka untuk pertama kali, timbul kontroversi di antara matematikawan tentang mana yang lebih pantas untuk menerima penghargaan terhadap kerja mereka. Newton menurunkan hasil kerjanya terlebih dahulu, tetapi Leibniz yang pertama kali mempublikasikannya. Newton menuduh Leibniz mencuri pemikirannya dari catatan-catatan yang tidak dipublikasikan, yang sering dipinjamkan Newton kepada beberapa anggota dari Royal Society.
Pemeriksaan secara terperinci menunjukkan bahwa keduanya bekerja secara terpisah, dengan Leibniz memulai dari integral dan Newton dari turunan. Sekarang, baik Newton dan Leibniz diberikan penghargaan dalam mengembangkan kalkulus secara terpisah. Adalah Leibniz yang memberikan nama kepada ilmu cabang matematika ini sebagai kalkulus, sedangkan Newton menamakannya "The science of fluxions".
Sejak itu, banyak matematikawan yang memberikan kontribusi terhadap pengembangan lebih lanjut dari kalkulus.
Kalkulus menjadi topik yang sangat umum di SMA dan universitas zaman modern. Matematikawan seluruh dunia terus memberikan kontribusi terhadap perkembangan kalkulus.[11]

Sejarah perkembangan kalkulus bisa ditilik pada beberapa periode zaman, yaitu zaman kuno, zaman pertengahan, dan zaman modern. Pada periode zaman kuno, beberapa pemikiran tentang kalkulus integral telah muncul, tetapi tidak dikembangkan dengan baik dan sistematis. Perhitungan volume dan luas yang merupakan fungsi utama dari kalkulus integral bisa ditelusuri kembali pada Papirus Moskwa Mesir (c. 1800 SM). Pada papirus tersebut, orang Mesir telah mampu menghitung volume piramida terpancung.[1] Archimedes mengembangkan pemikiran ini lebih jauh dan menciptakan heuristik yang menyerupai kalkulus integral.[2]
Pada zaman pertengahan, matematikawan India, Aryabhata, menggunakan konsep kecil tak terhingga pada tahun 499 dan mengekspresikan masalah astronomi dalam bentuk persamaan diferensial dasar.[3] Persamaan ini kemudian mengantar Bhāskara II pada abad ke-12 untuk mengembangkan bentuk awal turunan yang mewakili perubahan yang sangat kecil takterhingga dan menjelaskan bentuk awal dari "Teorema Rolle".[4] Sekitar tahun 1000, matematikawan Irak Ibn al-Haytham (Alhazen) menjadi orang pertama yang menurunkan rumus perhitungan hasil jumlah pangkat empat, dan dengan menggunakan induksi matematika, dia mengembangkan suatu metode untuk menurunkan rumus umum dari hasil pangkat integral yang sangat penting terhadap perkembangan kalkulus integral.[5] Pada abad ke-12, seorang Persia Sharaf al-Din al-Tusi menemukan turunan dari fungsi kubik, sebuah hasil yang penting dalam kalkulus diferensial. [6] Pada abad ke-14, Madhava, bersama dengan matematikawan-astronom dari mazhab astronomi dan matematika Kerala, menjelaskan kasus khusus dari deret Taylor[7], yang dituliskan dalam teks Yuktibhasa.[8][9][10]
Pada zaman modern, penemuan independen terjadi pada awal abad ke-17 di Jepang oleh matematikawan seperti Seki Kowa. Di Eropa, beberapa matematikawan seperti John Wallis dan Isaac Barrow memberikan terobosan dalam kalkulus. James Gregory membuktikan sebuah kasus khusus dari teorema dasar kalkulus pada tahun 1668.

Gottfried Wilhelm Leibniz pada awalnya dituduh menjiplak dari hasil kerja Sir Isaac Newton yang tidak dipublikasikan, namun sekarang dianggap sebagai kontributor kalkulus yang hasil kerjanya dilakukan secara terpisah.
Leibniz dan Newton mendorong pemikiran-pemikiran ini bersama sebagai sebuah kesatuan dan kedua orang ilmuwan tersebut dianggap sebagai penemu kalkulus secara terpisah dalam waktu yang hampir bersamaan. Newton mengaplikasikan kalkulus secara umum ke bidang fisika sementara Leibniz mengembangkan notasi-notasi kalkulus yang banyak digunakan sekarang.
Ketika Newton dan Leibniz mempublikasikan hasil mereka untuk pertama kali, timbul kontroversi di antara matematikawan tentang mana yang lebih pantas untuk menerima penghargaan terhadap kerja mereka. Newton menurunkan hasil kerjanya terlebih dahulu, tetapi Leibniz yang pertama kali mempublikasikannya. Newton menuduh Leibniz mencuri pemikirannya dari catatan-catatan yang tidak dipublikasikan, yang sering dipinjamkan Newton kepada beberapa anggota dari Royal Society.
Pemeriksaan secara terperinci menunjukkan bahwa keduanya bekerja secara terpisah, dengan Leibniz memulai dari integral dan Newton dari turunan. Sekarang, baik Newton dan Leibniz diberikan penghargaan dalam mengembangkan kalkulus secara terpisah. Adalah Leibniz yang memberikan nama kepada ilmu cabang matematika ini sebagai kalkulus, sedangkan Newton menamakannya "The science of fluxions".
Sejak itu, banyak matematikawan yang memberikan kontribusi terhadap pengembangan lebih lanjut dari kalkulus.
Kalkulus menjadi topik yang sangat umum di SMA dan universitas zaman modern. Matematikawan seluruh dunia terus memberikan kontribusi terhadap perkembangan kalkulus.[11]

Pengaruh penting

Walau beberapa konsep kalkulus telah dikembangkan terlebih dahulu di Mesir, Yunani, Tiongkok, India, Iraq, Persia, dan Jepang, penggunaaan kalkulus modern dimulai di Eropa pada abad ke-17 sewaktu Isaac Newton dan Gottfried Wilhelm Leibniz mengembangkan prinsip dasar kalkulus. Hasil kerja mereka kemudian memberikan pengaruh yang kuat terhadap perkembangan fisika.
Aplikasi kalkulus diferensial meliputi perhitungan kecepatan dan percepatan, kemiringan suatu kurva, dan optimalisasi. Aplikasi dari kalkulus integral meliputi perhitungan luas, volume, panjang busur, pusat massa, kerja, dan tekanan. Aplikasi lebih jauh meliputi deret pangkat dan deret Fourier.
Kalkulus juga digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih rinci mengenai ruang, waktu, dan gerak. Selama berabad-abad, para matematikawan dan filsuf berusaha memecahkan paradoks yang meliputi pembagian bilangan dengan nol ataupun jumlah dari deret takterhingga. Seorang filsuf Yunani kuno memberikan beberapa contoh terkenal seperti paradoks Zeno. Kalkulus memberikan solusi, terutama di bidang limit dan deret takterhingga, yang kemudian berhasil memecahkan paradoks tersebut.


Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Kalkulus

Sejarah Statistik

Penggunaan istilah statistika berakar dari istilah istilah dalam bahasa latin modern statisticum collegium ("dewan negara") dan bahasa Italia statista ("negarawan" atau "politikus").
Gottfried Achenwall (1749) menggunakan Statistik dalam bahasa Jerman untuk pertama kalinya sebagai nama bagi kegiatan analisis data kenegaraan, dengan mengartikannya sebagai "ilmu tentang negara (state)". Pada awal abad ke-19 telah terjadi pergeseran arti menjadi "ilmu mengenai pengumpulan dan klasifikasi data". Sir John Sinclair memperkenalkan nama (Statistics) dan pengertian ini ke dalam bahasa Inggris. Jadi, statistika secara prinsip mula-mula hanya mengurus data yang dipakai lembaga-lembaga administratif dan pemerintahan. Pengumpulan data terus berlanjut, khususnya melalui sensus yang dilakukan secara teratur untuk memberi informasi kependudukan yang berubah setiap saat.
Pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 statistika mulai banyak menggunakan bidang-bidang dalam matematika, terutama peluang. Cabang statistika yang pada saat ini sangat luas digunakan untuk mendukung metode ilmiah, statistika inferensi, dikembangkan pada paruh kedua abad ke-19 dan awal abad ke-20 oleh Ronald Fisher (peletak dasar statistika inferensi), Karl Pearson (metode regresi linear), dan William Sealey Gosset (meneliti problem sampel berukuran kecil). Penggunaan statistika pada masa sekarang dapat dikatakan telah menyentuh semua bidang ilmu pengetahuan, mulai dari astronomi hingga linguistika. Bidang-bidang ekonomi, biologi dan cabang-cabang terapannya, serta psikologi banyak dipengaruhi oleh statistika dalam metodologinya. Akibatnya lahirlah ilmu-ilmu gabungan seperti ekonometrika, biometrika (atau biostatistika), dan psikometrika.
Meskipun ada pihak yang menganggap statistika sebagai cabang dari matematika, tetapi sebagian pihak lainnya menganggap statistika sebagai bidang yang banyak terkait dengan matematika melihat dari sejarah dan aplikasinya. Di Indonesia, kajian statistika sebagian besar masuk dalam fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam, baik di dalam departemen tersendiri maupun tergabung dengan matematika.

Sumber  : http://id.wikipedia.org/wiki/Statistika

Sejarah Aljabar Babilonia Sampai Sekarang

Asal mula Aljabar dapat ditelusuri berasal dari bangsa Babilonia Kuno yang mengembangkan sistem aritmatika yang cukup rumit, dengan hal ini mereka mampu menghitung dalam cara yang mirip dengan aljabar sekarang ini. Dengan menggunakan sistem ini, mereka mampu mengaplikasikan rumus dan menghitung solusi untuk nilai yang tak diketahui untuk kelas masalah yang biasanya dipecahkan dengan menggunakan persamaan Linier, Persamaan Kuadrat dan Persamaan Linier tak tentu.

Sebaliknya, bangsa Mesir, dan kebanyakan bangsa India, Yunani, serta Cina dalam milenium pertama sebelum masehi, biasanya masih menggunakan metode geometri untuk memecahkan persamaan seperti ini, misalnya seperti yang disebutkan dalam ‘the Rhind Mathematical Papyrus’, ‘Sulba Sutras’, ‘Euclid's Elements’, dan ‘The Nine Chapters on the Mathematical Art’. Hasil karya bangsa Yunani dalam Geometri, yang tertulis dalam kitab Elemen, menyediakan kerangka berpikir untuk menggeneralisasi formula matematika di luar solusi khusus dari suatu permasalahan tertentu ke dalam sistem yang lebih umum untuk menyatakan dan memecahkan persamaan, yaitu kerangka berpikir logika Deduksi.

Seperti telah disinggung di atas istilah ‘Aljabar’ berasal dari kata arab "al-jabr" yang berasal dari kitab ‘Al-Kitab al-Jabr wa-l-Muqabala’ (yang berarti "The Compendious Book on Calculation by Completion and Balancing"), yang ditulis oleh Matematikawan Persia Muhammad ibn Musa al-Kwarizmi. Kata ‘Al-Jabr’ sendiri sebenarnya berarti penggabungan (reunion). Matematikawan Yunani di jaman Hellenisme, Diophantus, secara tradisional dikenal sebagai ‘Bapak Aljabar’, walaupun sampai sekarang masih diperdebatkan siapa sebenarnya yang berhak atas sebutan tersebut Al-Khwarizmi atau Diophantus?. Mereka yang mendukung Al-Khwarizmi menunjukkan fakta bahwa hasil karyanya pada prinsip reduksi masih digunakan sampai sekarang ini dan ia juga memberikan penjelasan yang rinci mengenai pemecahan persamaan kuadratik. 

Sedangkan mereka yang mendukung Diophantus menunjukkan Aljabar ditemukan dalam Al-Jabr adalah masih sangat elementer dibandingkan Aljabar yang ditemukan dalam ‘Arithmetica’, karya Diophantus. Matematikawan Persia yang lain, Omar Khayyam, membangun Aljabar Geometri dan menemukan bentuk umum geometri dari persamaan kubik. Matematikawan India Mahavira dan Bhaskara, serta Matematikawan Cina, Zhu Shijie, berhasil memecahkan berbagai macam persamaan kubik, kuartik, kuintik dan polinom tingkat tinggi lainnya.

Peristiwa lain yang penting adalah perkembangan lebih lanjut dari aljabar, terjadi pada pertengahan abad ke-16. Ide tentang determinan yang dikembangkan oleh Matematikawan Jepang Kowa Seki di abad 17, diikuti  oleh Gottfried Leibniz sepuluh tahun kemudian, dengan tujuan untuk memecahkan Sistem Persamaan Linier secara simultan dengan menggunakan Matriks. Gabriel Cramer juga menyumbangkan hasil karyanya tentang Matriks dan Determinan di abad ke-18. Aljabar Abstrak dikembangkan pada abad ke-19, mula-mula berfokus pada teori Galois dan pada masalah keterkonstruksian (constructibility).

Tahap-tahap perkembangan Aljabar simbolik secara garis besar adalah sebagai berikut:
  1. Aljabar Retorik (Rhetorical algebra), yang dikembangkan oleh bangsa Babilonia dan masih mendominasi sampai dengan abad ke-16.
  2. Aljabar yang dikontruksi secara Geometri, yang dikembangkan oleh Matematikawan Vedic India dan Yunani Kuno.
  3. Syncopated algebra, yang dikembangkan oleh Diophantus dan dalam ‘the Bakhshali Manuscript’.
  4. Aljabar simbolik (Symbolic algebra), yang titik puncaknya adalah pada karya Leibniz.
 Sumber : http://www.budiutomo.com/2010/11/sejarah-perkembangan-aljabar.html


Asal mula Aljabar dapat ditelusuri berasal dari bangsa Babilonia Kuno yang mengembangkan sistem aritmatika yang cukup rumit, dengan hal ini, bangsa Kuno ini mampu menghitung dalam cara yang mirip dengan aljabar sekarang ini. Dengan menggunakan sistem ini, mereka mampu mengaplikasikan rumus dan menghitung solusi untuk nilai yang tak diketahui untuk kelas masalah yang biasanya dipecahkan dengan menggunakan persamaan Linier, Persamaan Kuadrat dan Persamaan Linier tak tentu. Kemudian Bangsa Mesir, dan kebanyakan bangsa India, Yunani, serta Cina dalam milenium pertama sebelum masehi, Lebih sering menggunakan metode geometri untuk memecahkan persamaan seperti ini, misalnya seperti yang disebutkan dalam ‘the Rhind Mathematical Papyrus’, ‘Sulba Sutras’, ‘Euclid’s Elements’, dan ‘The Nine Chapters on the Mathematical Art’.
Hasil karya bangsa Yunani dalam Geometri, yang tertulis dalam kitab Elemen, menyediakan kerangka berpikir untuk menggeneralisasi formula matematika di luar solusi khusus dari suatu permasalahan tertentu ke dalam sistem yang lebih umum untuk menyatakan dan memecahkan persamaan, yaitu kerangka berpikir logika Deduksi.
Sekitar tahun 300 S.M seorang sarjana Yunani kuno Euclid menulis buku yang berjudul "Elements". Dalam buku itu ia mencantumkan beberapa rumus aljabar yang benar untuk semua bilangan yang ia kembangkan dengan mempelajari bentuk-bentuk geometris. Perlu diketahui, orang-orang Yunani kuno menuliskan permasalahan-permasalahan secara lengkap jika mareka tidak dapat memecahkan permasalahan-permasalahan tersebut dengan menggunakan geometri. Metode inilah yang kemudian menjadikan kemampuan mereka untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang mendetail menjadi terbatasi.
Seiring dengan perkembangan zaman, Pada abad ke-3, Diophantus of Alexandria (250 M) menulis sebuah buku berjudul Aritmetika, dimana ia menggunakan simbol-simbol untuk bilangan-bilangan yang tidak diketahui dan untuk operasi-operasi seperti penambahan dan pengurangan. Sistemnya tidak sepenuhnya dalam bentuk simbol, tetapi berada diantara sistem Euclid dan apa yang digunakan sekarang ini.

Sumber : http://oncemath.wordpress.com/sejarah-aljabar/

Aplikasi Zaman Purba s/d Sekarang

Aplikasi Teori Bilangan 

Pola spiral logaritma cangkang Nautilus adalah contoh klasik untuk menggambarkan perkembangan dan perubahan yang berkaitan dengan kalkulus.
Kalkulus digunakan di setiap cabang sains fisik, sains komputer, statistik, teknik, ekonomi, bisnis, kedokteran, kependudukan, dan di bidang-bidang lainnya. Setiap konsep di mekanika klasik saling berhubungan melalui kalkulus. Massa dari sebuah benda dengan massa jenis yang tidak diketahui, momen inersia dari suatu objek, dan total energi dari sebuah objek dapat ditentukan dengan menggunakan kalkulus.
Dalam subdisiplin listrik dan magnetisme, kalkulus dapat digunakan untuk mencari total fluks dari sebuah medan elektromagnetik . Contoh historis lainnya adalah penggunaan kalkulus di hukum gerak Newton, dinyatakan sebagai laju perubahan yang merujuk pada turunan: Laju perubahan momentum dari sebuah benda adalah sama dengan resultan gaya yang bekerja pada benda tersebut dengan arah yang sama.
Bahkan rumus umum dari hukum kedua Newton: Gaya = Massa × Percepatan, menggunakan perumusan kalkulus diferensial karena percepatan bisa dinyatakan sebagai turunan dari kecepatan. Teori elektromagnetik Maxwell dan teori relativitas Einstein juga dirumuskan menggunakan kalkulus diferensial.


Sumber : http://mathgalau.wordpress.com/sejarah-bilangan/

Teori Bilangan Sejak Zaman Batu s/d sekarang

1.Perkembangan Teori Bilangan Pada Zaman Batu
Berhitung, merupakan salah satu kebudayaan kuno, bahkan paling kuno, yaitu sekuno zaman batu tua atau paleolitikum. Eh, apakah zaman batu tua itu? Menurut ahli sejarah, manusia yang hidup di zaman itu menggantungkan sepenuhnya kehidupan mereka terhadap alam dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain.
Awalnya, berhitung dipakai untuk menghitung benda-benda, kemudian berkembang dengan menggunakan jari tangan sebagai alat berhitung. Namun, waktu itu, mereka sekadar membedakan “satu, dua dan banyak”
Seiring pergantian waktu, datanglah zaman batu muda atau neolitikum, kira-kira 10.000 tahun yang lalu. Zaman itu ditandai dengan adanya kegiatan untuk mengolah alam sehingga manusia di zaman itu hidup menetap. Di zaman itu, kemampuan berhitung mulai berkembang ditandai dengan pengetahuan berhitung berupa pengurangan dan penjumlahan kemudian ke perkalian dan pembagian. Namun, kemajuan berhitungnya terbatas pada hitungan bilangan bulat saja.
Beberapa ratus tahun lalu, bangsa Inca (Peru) dan Maya (Guatemala) merupakan bangsa yang telah memiliki Kebudayaan tinggi. Hal itu terlihat pada kemampuan mereka berhitung dalam jumlah yang cukup besar.
Bangsa Inca mencatat bilangan tersebut pada kulpu, yaitu untaian tali yang bersimpul-simpul. Susunan simpul itulah yang menunjukkan bilangan. Keren juga ya tekniknya!!! Kepandaian berhitung juga diteruskan pada kebudayaan Mesopotamia sekitar 4.000 tahun yang lalu. Mereka menggunakan bilangan dalam enam puluh atau dikenal sebagai sesagesimal. Besar kemungkinan bilangan enam puluh itu berasal dari kelipatan bilangan dua belas, sedangkan bilangan dua belas itu sendiri berasal dari jumlah bulan dalam setahun.

a.Teori Bilangan Pada suku Babilonia
Matematika Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang dikembangkan oleh bangsa Mesopotamia (kini Iraq) sejak permulaan Sumeria hingga permulaan peradaban helenistik. Dinamai “Matematika Babilonia” karena peran utama kawasan Babilonia sebagai tempat untuk belajar. Pada zaman peradaban helenistik, Matematika Babilonia berpadu dengan Matematika Yunani dan Mesir untuk membangkitkan Matematika Yunani. Kemudian di bawah Kekhalifahan Islam, Mesopotamia, terkhusus Baghdad, sekali lagi menjadi pusat penting pengkajian Matematika Islam.
Bertentangan dengan langkanya sumber pada Matematika Mesir, pengetahuan Matematika Babilonia diturunkan dari lebih daripada 400 lempengan tanah liat yang digali sejak 1850-an. Lempengan ditulis dalam tulisan paku ketika tanah liat masih basah, dan dibakar di dalam tungku atau dijemur di bawah terik matahari. Beberapa di antaranya adalah karya rumahan.
Bukti terdini matematika tertulis adalah karya bangsa Sumeria, yang membangun peradaban kuno di Mesopotamia. Mereka mengembangkan sistem rumit metrologi sejak tahun 3000 SM. Dari kira-kira 2500 SM ke muka, bangsa Sumeria menuliskan tabel perkalian pada lempengan tanah liat dan berurusan dengan latihan-latihan geometri dan soal-soal pembagian. Jejak terdini sistem bilangan Babilonia juga merujuk pada periode ini.
Sebagian besar lempengan tanah liat yang sudah diketahui berasal dari tahun 1800 sampai 1600 SM, dan meliputi topik-topik pecahan, aljabar, persamaan kuadrat dan kubik, dan perhitungan bilangan regular, invers perkalian, dan bilangan prima kembar. Lempengan itu juga meliputi tabel perkalian dan metode penyelesaian persamaan linear dan persamaan kuadrat. Lempengan Babilonia 7289 SM memberikan hampiran bagi √2 yang akurat sampai lima tempat desimal.
Matematika Babilonia ditulis menggunakan sistem bilangan seksagesimal (basis-60). Dari sinilah diturunkannya penggunaan bilangan 60 detik untuk semenit, 60 menit untuk satu jam, dan 360 (60 x 6) derajat untuk satu putaran lingkaran, juga penggunaan detik dan menit pada busur lingkaran yang melambangkan pecahan derajat. Juga, tidak seperti orang Mesir, Yunani, dan Romawi, orang Babilonia memiliki sistem nilai-tempat yang sejati, di mana angka-angka yang dituliskan di lajur lebih kiri menyatakan nilai yang lebih besar, seperti di dalam sistem desimal

b. Teori Bilangan Pada Suku Bangsa Mesir Kuno
Matematika Mesir merujuk pada matematika yang ditulis di dalam bahasa Mesir. Sejak peradaban helenistik matematika Mesir melebur dengan matematika Yunani dan Babilonia yang membangkitkan Matematika helenistik. Pengkajian matematika di Mesir berlanjut di bawah Khilafah Islam sebagai bagian dari matematika Islam, ketika bahasa Arab menjadi bahasa tertulis bagi kaum terpelajar Mesir.
Tulisan matematika Mesir yang paling panjang adalah Lembaran Rhind (kadang-kadang disebut juga “Lembaran Ahmes” berdasarkan penulisnya), diperkirakan berasal dari tahun 1650 SM tetapi mungkin lembaran itu adalah salinan dari dokumen yang lebih tua dari Kerajaan Tengah yaitu dari tahun 2000-1800 SM. Lembaran itu adalah manual instruksi bagi pelajar aritmetika dan geometri. Selain memberikan rumus-rumus luas dan cara-cara perkalian, pembagian, dan pengerjaan pecahan, lembaran itu juga menjadi bukti bagi pengetahuan matematika lainnya, termasuk bilangan komposit dan prima; rata-rata aritmetika, geometri, dan harmonik; dan pemahaman sederhana Saringan Eratosthenes dan teori bilangan sempurna (yaitu, bilangan 6). Lembaran itu juga berisi cara menyelesaikan persamaan linear orde satu juga barisan aritmetika dan geometri.
Naskah matematika Mesir penting lainnya adalah lembaran Moskwa, juga dari zaman Kerajaan Pertengahan, bertarikh kira-kira 1890 SM. Naskah ini berisikan soal kata atau soal cerita, yang barangkali ditujukan sebagai hiburan.

c. Teori Bilangan Pada Suku Bangsa India
Sulba Sutras (kira-kira 800–500 SM) merupakan tulisan-tulisan geometri yang menggunakan bilangan irasional, bilangan prima, aturan tiga dan akar kubik; menghitung akar kuadrat dari 2 sampai sebagian dari seratus ribuan; memberikan metode konstruksi lingkaran yang luasnya menghampiri persegi yang diberikan, menyelesaikan persamaan linear dan kuadrat; mengembangkan tripel Pythagoras secara aljabar, dan memberikan pernyataan dan bukti numerik untuk teorema Pythagoras.
Kira-kira abad ke-5 SM merumuskan aturan-aturan tata bahasa Sanskerta menggunakan notasi yang sama dengan notasi matematika modern, dan menggunakan aturan-aturan meta, transformasi, dan rekursi. Pingala (kira-kira abad ke-3 sampai abad pertama SM) di dalam risalah prosodynya menggunakan alat yang bersesuaian dengan sistem bilangan biner. Pembahasannya tentang kombinatorika bersesuaian dengan versi dasar dari teorema binomial. Karya Pingala juga berisi gagasan dasar tentang bilangan Fibonacci.
Pada sekitar abad ke 6 SM, kelompok Pythagoras mengembangkan sifat-sifat bilangan lengkap (perfect number), bilangan bersekawan (amicable number), bilangan prima (prime number), bilangan segitiga (triangular number), bilangan bujur sangkar (square number), bilangan segilima (pentagonal number) serta bilangan-bilangan segibanyak (figurate numbers) yang lain. Salah satu sifat bilangan segitiga yang terkenal sampai sekarang disebut triple Pythagoras, yaitu : a.a + b.b = c.c yang ditemukannya melalui perhitungan luas daerah bujur sangkar yang sisi-sisinya merupakan sisi-sisi dari segitiga siku-siku dengan sisi miring (hypotenosa) adalah c, dan sisi yang lain adalah a dan b. Hasil kajian yang lain yang sangat popular sampai sekarang adalah pembedaan bilangan prima dan bilangan komposit. Bilangan prima adalah bilangan bulat positif lebih dari satu yang tidak memiliki Faktor positif kecuali 1 dan bilangan itu sendiri. Bilangan positif selain satu dan selain bilangan prima disebut bilangan komposit. Catatan sejarah menunjukkan bahwa masalah tentang bilangan prima telah menarik perhatian matematikawan selama ribuan tahun, terutama yang berkaitan dengan berapa banyaknya bilangan prima dan bagaimana rumus yang dapat digunakan untuk mencari dan membuat daftar bilangan prima.
Dengan berkembangnya sistem numerasi, berkembang pula cara atau prosedur aritmetis untuk landasan kerja, terutama untuk menjawab permasalahan umum, melalui langkah-langkah tertentu, yang jelas yang disebut dengan algoritma. Awal dari algoritma dikerjakan oleh Euclid. Pada sekitar abad 4 S.M, Euclid mengembangkan konsep-konsep dasar geometri dan teori bilangan. Buku Euclid yang ke VII memuat suatu algoritma untuk mencari Faktor Persekutuan Terbesar dari dua bilangan bulat positif dengan menggunakan suatu teknik atau prosedur yang efisien, melalui sejumlah langkah yang terhingga. Kata algoritma berasal dari algorism. Pada zaman Euclid, istilah ini belum dikenal. Kata Algorism bersumber dari nama seorang muslim dan penulis buku terkenal pada tahun 825 M., yaitu Abu Ja’far Muhammed ibn Musa Al-Khowarizmi. Bagian akhir dari namanya (Al-Khowarizmi), mengilhami lahirnya istilah Algorism. Istilah algoritma masuk kosakata kebanyakan orang pada saat awal revolusi komputer, yaitu akhir tahun 1950.
Pada abad ke 3 S.M., perkembangan teori bilangan ditandai oleh hasil kerja Erathosthenes, yang sekarang terkenal dengan nama Saringan Erastosthenes (The Sieve of Erastosthenes). Dalam enam abad berikutnya, Diopanthus menerbitkan buku yang bernama Arithmetika, yang membahas penyelesaian persamaan didalam bilangan bulat dan bilangan rasional, dalam bentuk lambang (bukan bentuk/bangun geometris seperti yang dikembangkan oleh Euclid). Dengan kerja bentuk lambang ini, Diopanthus disebut sebagai salah satu pendiri aljabar.

2. Teori Bilangan Pada Masa Sejarah (Modern)
Awal kebangkitan teori bilangan modern dipelopori oleh Pierre de Fermat (1601-1665), Leonhard Euler (1707-1783), J.L Lagrange (1736-1813), A.M. Legendre (1752-1833), Dirichlet (1805-1859), Dedekind (1831-1916), Riemann (1826-1866), Giussepe Peano (1858-1932), Poisson (1866-1962), dan Hadamard (1865-1963). Sebagai seorang pangeran matematika, Gauss begitu terpesona terhadap keindahan dan kecantikan teori bilangan, dan untuk melukiskannya, ia menyebut teori bilangan sebagai the queen of mathematics.
Pada masa ini, teori bilangan tidak hanya berkembang sebatas konsep, tapi juga banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini dapat dilihat pada pemanfaatan konsep bilangan dalam metode kode baris, kriptografi, komputer, dan lain sebagainya
3. Tokoh-Tokoh Teori Bilangan
a. Pythagoras (582-496 SM)
Pythagoras adalah seorang matematikawan dan filsuf Yunani yang paling dikenal melalui teoremanya. Dikenal sebagai “Bapak Bilangan”, dia memberikan sumbangan yang penting terhadap filsafat dan ajaran keagamaan pada akhir abad ke-6 SM.
Salah satu peninggalan Pythagoras yang terkenal adalah teorema Pythagoras, yang menyatakan bahwa kuadrat hipotenusa dari suatu segitiga siku-siku adalah sama dengan jumlah kuadrat dari kaki-kakinya (sisi-sisi siku-sikunya). Walaupun fakta di dalam teorema ini telah banyak diketahui sebelum lahirnya Pythagoras, namun teorema ini dikreditkan kepada Pythagoras karena ia yang pertama kali membuktikan pengamatan ini secara matematis.
b. Jamshid Al-Kashi (1380 M)
Al-Kashi terlahir pada 1380 di Kashan, sebuah padang pasir di sebelah utara wilayah Iran Tengah. Selama hidupnya, al-Kashi telah menyumbangkan dan mewariskan sederet penemuan penting bagi astronomi dan matematika.
Pecahan desimal yang digunakan oleh orang-orang Cina pada zaman kuno selama berabad-abad, sebenarnya merupakan pecahan desimal yang diciptakan oleh al-Kashi. Pecahan desimal ini merupakan salah satu karya besarnya yang memudahkan untuk menghitung aritmatika yang dia bahas dalam karyanya yang berjudul Kunci Aritmatika yang diterbitkan pada awal abad ke-15 di Samarkand.
c. Abu Ali Hasan Ibnu Al-Haytam (965 M)
Abu Ali Hasan Ibnu Al-Haytam lahir Basrah Irak, yang oleh masyarakat Barat dikenal dengan nama Alhazen. Al-Haytam adalah orang pertama yang mengklasifikasikan semua bilangan sempurna yang genap, yaitu bilangan yang merupakan jumlah dari pembagi-pembagi sejatinya, seperti yang berbentuk 2k-1(2k-1) di mana 2k-1 adalah bilangan prima. Selanjutnya Al-Haytam membuktikan bahwa bila p adalah bilangan prima, 1+(p-1)! habis dibagi oleh p.
d. Pierre de Fermat
Fermat menuliskan bahwa “I have discovered a truly remarkable proof which this margin is to small to contain”. Fermat juga hampir selalu menulis catatan kecil sejak tahun 1603, manakala ia pertama kali mempelajari Arithmetica karya Diophantus. Ada kemungkinan Fermat menyadari bahwa apa yang ia sebut sebagai remarkable proof ternyata salah, karena semua teorema yang dia nyatakan biasanya dalam bentuk tantangan yang Fermat ajukan terhadap matematikawan lain. Meskipun kasus khusus untuk n = 3 dan n = 4 ia ajukan sebagai tantangan (dan Fermat mengetahui bukti untuk kasus ini) namun teorema umumnya tidak pernah ia sebut lagi. Pada kenyataannya karya matematika yang ditinggalkan oleh Fermat hanya satu buah pembuktian. Fermat membuktikan bahwa luas daerah segitiga siku- siku dengan sisi bilangan bulat tidak pernah merupakan bilangan kuadrat. Jelas hal ini mengatakan bahwa tidak ada segitiga siku-siku dengan sisi rasional yang mempunyai luas yang sama dengan suatu bujursangkar dengan sisi rasional. Dalam simbol, tidak terdapat bilangan bulat x, y, z dengan sehingga bilangan kuadrat. Dari sini mudah untuk mendeduksi kasus n = 4, Teorema Fermat. Penting untuk diamati bahwa dalam tahap ini yang tersisa dari pembuktian Fermat Last Theorem adalah membuktikan untuk kasus n bilangan prima ganjil. Jika terdapat bilangan bulat x, y, z dengan maka jika n = pq, .
4. Kapankah angka nol ditemukan?
Zero = 0 = Empty = Kosong (Nol) Memang, kata dalam Bahasa Inggris ‘zero’ (nol) berasal dari bahasa Arab ‘sifr’, suatu terjemahan literal dari bahasa Sanskrit “shûnya” yang bermakna “kosong”. Runtutan keterkaitan bahasa dari masa ke masa: shûnya (Sanskrit) -> (Ancient Egypt/Babylonia) -> (Greek/Helenic) -> (Rome/Byzantium) – sifr (Arab) -> zero (English) -> nol; kosong (Indonesia) Wikipedia The word “zero” comes ultimately from the Arabic “sifr”, or “empty,” a literal translation of the Sanskrit “shûnya”. With its new use for the concept of zero, zephyr came to mean a light breeze – “an almost nothing” (Ifrah 2000; see References). The word zephyr survives with this meaning in English today. The Italian mathematician Fibonacci (c.1170-1250), who grew up in Arab North Africa and is credited with introducing the Arabic decimal system to Europe. Around the same time, the Arab mathematician al-Khwarizmi described the “Hindu number” system with positional notation and a zero symbol in his book Kitab al-jabr wa’l muqabalah. Nol asalnya dari India “shûnya” bukan cuma sebuah istilah, tapi juga konsep.
Sekitar tahun 300 SM orang babilonia telah memulai penggunaan dua buah baji miring, //, untuk menunjukkan sebuah tempat kosong, sebuah kolom kosong pada Abakus. Simbol ini memudahkan seseorang untuk menentukan letak sebuah symbol. Angka nol sangat berguna dan merupakan simbol yang menggambarkan sebuah tempat kosong dalam Abakus, sebuah kolom dengan batu-batu yang ditempatkan di dasar. Kegunaannya hanya untuk memastikan bahwa butiran-butiran tersebut berada di tempat yang tepat, angka nol tidak memiliki nilai numeric tersendiri.
Pada komputer nol ini dapat merusak sistem, karena nol diartikan tidak ada. Berapapun bilangan dikalikan dengan nol hasilnya tidak ada. Nah inilah yang membuat bingung dalam operasi perhitungan.
Perhatikan contoh ini :
0=0 ( nol sama dengan nol, benar)
0 x3=0 x 89 (nol sama-sama dikalikan dengan sebuah bilangan, karena juga akan bernilai nol)
(0 x 3)/0= (0 x 89)/0 (sebuah bilangan dibagi dengan bilangan yang sama, akan bernilai satu)
3=89 (???, hasil ini yang membuat bingung)
Walaupun demikian sebenarnya nol itu hebat, jika tidak ditemukan angka nol tulisan satu juta dalam bilangan romawi ditulis apa?? Bisa-bisa selembar kertas tidak sampai untuk hanya memberikan symbol satu juta itu. Bisa dibayangkan jika nol tidak ada. Banyak kekuatan yang terkandung dalam angka ini. Nol adalah perangkat paling penting dalam matematika. Namun berkat sifat matematis dan filosofis yang aneh pada angka nol, ia akan berbenturan dengan filsafat barat.
Angka nol berbenturan dengan salah satu prinsip utama filsafat barat, sebuah dictum yang akar-akarnya terhujam dalam filsafat angka Phythagoras dan nilai pentingnya tumbuh dari paradoks Zeno. seluruh cosmos Yunani didirikan di atas pilar: tak ada kekosongan.
Kosmos Yunani yang dis=ciptakan oleh Phytagoras, Aristoteles dan Ptolemeus masih lama bertahan setelah keruntuhan peradaban Yunani. Dalam kosmos ini tak ada ketiadaaan. Oleh karena itu, hampir sepanjang dua milinium orang-orang barat tak bersedia menerima angka nol. Konsekuensinya sungguh menakutkan. Ketiadaan angka nol menghambat perkembangan matematika, menghalangi inovasi sains dan yang lebih berbahaya, mengacaukan sistem penanggalan.
5. Macam-macam bilangan
Bilangan Bulat adalah bilangan yang terdiri atas bilangan positif, bilangan nol, dan bilangan negatif.
Misal : ….-2,-1,0,1,2….
Bilangan asli adalah bilangan bulat positif yang diawali dari angka 1(satu) sampai tak terhingga.
Misal : 1,2,3….
Bilangan cacah adalah bilangan bulat positif yang diawali dari angka 0 (nol) sampai tak terhingga.
Misal : 0,1,2,3,….
Bilangan prima adalah bilangan yang tepat mempunyai dua faktor yaitu bilangan 1 (satu) dan bilangan itu sendiri.
Misal : 2,3,5,7,11,13,…..
(1 bukan bilangan prima, karena mempunyai satu faktor saja).
Bilangan komposit adalah bilangan yang bukan 0, bukan 1 dan bukan bilangan prima.
Misal ; 4,6,8,9,10,12,….
Bilangan rasional adalah bilangan yang dinyatakan sebagai suatu pembagian antara dua bilangan bulat (berbentuk bilangan a/b, dimana a dan b merupakan bilangan bulat).
Misal: 1/2 ,2/(3 ),3/4….
Bilangan irrasional adalah bilangan yang tidak dapat dinyatakan sebagai pembagian dua bilangan bulat.
Misal: π, √3 , log 7 dan sebagainya.
Bilangan riil adalah bilangan yang merupakan penggabungan dari bilangan rasional dan bilangan irrasional
Misal: 1/2 √(2 ),1/3 √5,1/4 π,2/3 log⁡2 dan sebagainya.
Bilangan imajiner (bilangan khayal) adalah bilangan yang ditandai dengan i, bilangan imajiner i dinyatakan sebagai √(-1). Jadi, jika i = √(-1) maka i2= -1
Misal: √(-4)=⋯?
√(-4)=√(4×(-1) )
= √4×√(-1)
= 2 × i
= 2i
Jadi, √(-4)=2i.
Bilangan kompleks adalah bilangan yang merupakan penggabungan dari bilangan riil dan bilangan imajiner.
Misal; π√(-1)= πi
Log √(-1)=log⁡i
Sumber :  http://mathgalau.wordpress.com/sejarah-bilangan/

SEJARAH TEORI BILANGAN

Pengertian Teori Bilangan


Secara tradisional, teori bilangan adalah cabang dari matematika murni yang mempelajari sifat-sifat bilangan bulat dan mengandung berbagai masalah terbuka yang dapat mudah mengerti sekalipun bukan oleh ahli matematika. Dalam teori bilangan dasar, bilangan bulat dipelajari tanpa menggunakan teknik dari area matematika lainnya. Pertanyaan tentang sifat dapat dibagi, algoritma Euklidean untuk menghitung faktor persekutuan terbesar, faktorisasi bilangan bulat dalam bilangan prima, penelitian tentang bilangan sempurna dan kongruensi dipelajari di sini. Pernyataan dasarnya adalah teorema kecil Fermat dan teorema Euler. Juga teorema sisa Tiongkok dan hukum keresiprokalan kuadrat. Sifat dari fungsi multiplikatif seperti fungsi Möbius dan fungsi phi Euler juga dipelajari. Demikian pula barisan bilangan bulat seperti faktorial dan bilangan Fibonacci.

Sumber : http://mathgalau.wordpress.com/sejarah-bilangan/

Aliran Filafat

Aliran-Aliran Filsafat Ilmu

Latar Belakang
Sebagai bagian dari bangunan besar filsafat, filsafat ilmu hilang dan tumbuh berganti dari mashab yang satu ke mashab yang lainnya. Ini karena pemikiran filsafat ilmu berasal dari pikiran manusia. “Filsafat adalah pengetahuan atas realitas dalam kemungkingn-kemungkinan akal manusia, karena filsafat berakhir pada teori ilmu pengetahuan untuk memperoleh kebenaran dan bertindak di atas rel kebenaran yang sudah ditemukan”, demikian kata Abu Y’aqub al-kindi (dalam Hossein Nasr, 1993)
Makalah ini tertarik untuk mengkaji tentang aliran-aliran yang berkembang dalam filsafat ilmu. Prinsip prinsip dari filsafat ilmu akan dijelaskan, cara pemerolehan ilmu dalam masing-masing aliran akan dieksplorasi dan kontribusi masing-masing aliran dalam membangun pengetahuan akan didiskusikan.

Rasionalisme
Rasionalisme adalah mashab filsafat ilmu yang berpandangan bahwa rasio adalah sumber dari segala  pengetahuan. Dengan demikian, kriteria kebenaran  berbasis pada  intelektualitas. Strategi pengembangan ilmu model rasionalisme, dengan demikian, adalah mengeksplorasi gagasan dengan kemampuan intelektual manusia.
Sejak abad pencerahan, rasionalisme diasosiasikan dengan pengenalan metode matematika (Rasionalisme continental). Tokoh-tokoh rasionalisme diantaranya adalah Descartes, Leibniz dan Spinoza.
Benih rasionalisme sebenarnya sudah ditanam sejak jaman Yunani kuno. Salah satu tokohnya, Socrates, mengajukan sebuah proposisi yang terkenal bahwa sebelum manusia memahami dunia ia harus memahami dirinya sendiri. Kunci untuk memahami dirinya itu adalah kekuatan rasio. Para pemikir rasionalisme berpandangan bahwa tugas dari para filosof diantaranya adalah membuang pikiran irasional dengan rasional. Pandangan ini misalnya disokong oleh Descartes yang menyatakan bahwa pengetahuan sejati hanya didapat dengan menggunakan rasio. Tokoh lain, Baruch Spinoza secara lebih berani bahkan mengatakan : “God exists only philosophically” (Calhoun, 2002).
Sumbangan rasionalisme tampak nyata dalam membangun ilmu pengetahuan modern yang didasarkan pada kekuatan pikiran atau rasio manusia. Hasil-hasil teknologi era industri dan era informasi tidak dapat dilepaskan dari andil rasionalisme untuk mendorong manusia menggunakan akal pikiran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan manusia.

Empirisme
Empirisme adalah sebuah orientasi filsafat yang berhubungan dengan kemunculan ilmu pengetahuan modern dan metode ilmiah. Empirisme menekankan bahwa ilmu pengetahuan manusia bersifat terbatas pada apa yang dapat diamati dan diuji. Oleh karena itu, aliran empirisme memiliki sifat kritis terhadap abstraksi dan spekulasi dalam membangun dan memperoleh ilmu. Strategi utama pemerolehan ilmu, dengan demikian, dilakukan dengan penerapan metode ilmiah. Para ilmuwan berkebangsaan Inggris seperti John Locke, George Berkeley dan David Hume adalah pendiri utama tradisi empirisme (Calhoun, 2002).
Sumbangan utama dari aliran empirisme adalah lahirnya ilmu pengetahuan modern dan penerapan metode ilmiah untuk membangun pengetahuan. Selain itu, tradisi empirisme adalah fundamen yang mengawali mata rantai evolusi ilmu pengetahuan sosial, terutama dalam konteks perdebatan apakah ilmu pengtahuan sosial itu berbeda dengan ilmu alam. Sejak saat itu, empirisme menempati tempat yang terhormat dalam metodologi ilmu pengetahuan sosial. Acapkali empirisme diparalelkan dengan tradisi positivism. Namun demikian keduanya mewakili pemikiran filsafat ilmu yang berbeda.

Realisme
Dalam pemikiran filsafat, realisme berpandangan bahwa kenyataan tidaklah terbatas pada pengalaman inderawi ataupun gagasan yang tebangun dari dalam. Dengan demikian realisme dapat dikatakan sebagai bentuk penolakan terhadap gagasan ekstrim idealisme dan empirisme. Dalam membangun ilmu pengetahuan, realisme memberikan teori dengan metode induksi empiris. Gagasan utama dari realisme dalam konteks pemerolehan pengetahuan adalah bahwa pengetahuan didapatkan dari dual hal, yaitu observasi dan pengembangan pemikiran baru dari observasi yang dilakukan. Dalam konteks ini, ilmuwan dapat saja menganalisa kategori fenomena-fenomena yang secara teoritis eksis walaupun tidak dapat diobservasi secara langsung.
Tradisi realisme mengakui bahwa entitas yang bersifat abstrak dapat menjadi nyata (realitas) dengan bantuan symbol-simbol linguistik dan kesadaran manusia. Gagasan ini sejajar dengan filsafat modern dari pendekatan pengetahuan versi Kantianism fenonomologi sampai pendekatan struktural (Ibid, 2002). Mediasi bahasa dan kesadaran manusia yang bersifat nyata inilah yang menjadi ide dasar ‘Emile Durkheim’ dalam pengembangan ilmu pengetahuan sosial. Dalam area linguistik atau ilmu bahasa, de Saussure adalah salah satu tokoh yang terpengaruh mengadopsi pendekatan empirisme Durkheim. Bagi de Saussure, obyek penelitian bahasa yang diteliti diistilahkan sebagai ‘la langue’ yaitu simbol-simbol linguistic yang dapat diobservasi (Francis & Dinnen, 1996)
Ide-ide kaum realis seperti ini sangatlah kontributif pada abad 19 dalam menjembatani antara ilmu alam dan humaniora, terutama dalam konteks perdebatan antara klaim-klaim kebenaran dan metodologi yang disebut sebagai ‘methodenstreit’ (Calhoun, 2002).  Kontribusi lain dari tradisi realisme adalah sumbangannya terhadap filsafat kontemporer ilmu pengetahuan, terutama melalui karya Roy Bashkar, dalam memberikan argument-argument terhadap status ilmu pengetahuan spekulatif yang diklaim oleh tradisi empirisme.

Idealism
Idealisme adalah tradisi pemikiran filsafat yang berpandangan bahwa doktrin tentang realitas eksternal tidak dapat dipahami secara terpisah dari kesadaran manusia. Dengan kata lain kategori dan gagasan eksis di dalam ruang kesadaran manusia terlebih dahulu sebelum adanya pengalaman-pengalaman inderawi. Pandangan Plato bahwa semua konsep eksis terpisah dari entitas materinya dapat dikatakan sebagai sumber dari pandangan idealism radikal. Karya dan pandangan Plato memberikan garis demarkasi yang jelas antara pikiran-pikiran idealis dengan pandangan materialis. Aritoteles menjadi orang yang memberikan tantangan pemikiran bagi gagasan-gagasan idealis Plato. Aristoteles mendasarkan pemikiran filsafatnya berdasarkan materi dan fisik.
Salah satu sumbangan dari tradisi filsafat idealisme adalah pengaruh idealism platonic dalam agama kristen. Dalam Perjanjian Baru terdapat gagasan yang diagungkan, yakni “Permulaan adalah kata-kata” (Ibid, 2002). Pada gilirannya, dalam sejarah, pemikiran Kristen turut memberikan andil dalam membentuk tradisi idealis terutama gagasan-gagasan dari Sain Augustine dengan pengembangan konsep penyucian jiwa. Selain Kristen, pemikiran yang turut memberikan saham bagi tradisi idealis adalah mistisisme Yahudi, mistisisme Kristen dan pengembangan pemikiran matematika oleh bangsa-bangsa Arab. Gerakan-gerakan pemikiran inilah yang kemudian membentuk dialektika modern antara idealisme dan materialism sejak era renaisans.
Sumbangan idealism terhadap ilmu pengetahuan modern sangatlah jelas. Ilmu pengetahuan modern diniscayakan oleh kohesi antara bukti-bukti empiris dan formasi teori. Kaum materialis mendasarkan pemikirannya pada bukti-bukti empiris sedangkan kaum idealis pada formasi teori. Sebagai sebuah tradisi filosofi, idealisme tak bisa dipisahkan dengan gerakan Pencerahan dan filsafat Pasca Pencerahan Jerman. Salah satu tokoh pemikir idealis yang tersohor adalah Immanuel Kant. Melalui bukunya “Critique of pure reason” yang diterbitakan tahun 1781, Kant menentang pendapat tradisi tokoh empiris seperti David Hume dan lain-lainnya. Kant mengatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman dunia memerlukan kategori dan pandangan yang berada dalam ruang kesadaran manusia (ibid, 2002). Gagasan Kant yang terkenal adalah ‘idealisme transedental’. Dalam konsep ini Kant berargumen bahwa ide-ide rasional dibentuk tidak saja oleh ‘phenomenal’ tapi juga ‘noumenal’, yakni kesadaran transedental yang berada pada pikiran manusia (ibid, 2002). Generasi idealis berikutnya dipelopori oleh, Georg Hegel. Hegel mengenalkan gagasan pendekatan dialektis yang tidak memihak baik gagasan ‘kesadaran mental’ Kant maupun ‘bukti-bukti material’ dari kaum empiris. Pikiran-pikiran Hegel inilah  yang kemudian melahirkan konsep ‘spirit’-sebuah konsep yang integral dengan kelahiran tradisi ‘idealisme absolut’ (ibid, 2002).
Dengan demikian, pemikiran filsafat idealisme dibangun terutama oleh gagasan-gagasan Hegel dan Kant. Namun demikian, bangunan filsafat politik modern yang berpaham bahwa manusia dapat mengatur dunia melalui ilmu pengetahuan telah membuktikan vitalitas aliran idealisme Kantian. Tokoh-tokoh  yang meletakkan batu pertama bagi fondasi filsafat politik modern antara lain John Rawls yang menulis tentang teori keadilan dan Habermas (1987) yang membuahkan karya ‘Communication action’. Melalui karya ini Habermas menjadi tokoh idealis yang mengoreksi idealisme konvensional. Bagi kaum idealis konvensional, kenyataan sejarah merupakan determinisme sejarah yang statis dan tidak dapat ditolak. Namun bagi Habermas, kenyataan sejarah adalah hasil dari dialektika dan komunikasi antar manusia. Dengan kata lain, Habermas memposisikan manusia menjadi subyek aktif dalam praktek-praktek politik dan dalam membangun institusi-institusi sosial.

Positivisme
Positivisme adalah doktrin filosofi dan ilmu pengetahuan sosial yang menempatkan peran sentral pengalaman dan bukti empiris sebagai basis dari ilmu pengetahuan dan penelitian. Terminologi positivisme dikenalkan oleh Auguste Comte untuk menolak doktrin nilai subyektif, digantikan oleh fakta yang bisa diamati serta penerapan metode ini untuk membangun ilmu pengetahuan yang diabdikan untuk memperbaiki kehidupan manusia.
Salah satu bagian dari tradisin positivism adalah sebuah konsep yang disebut dengan positivisme logis. Positivisme ini dikembangkan oleh para filosof yang menamakan dirinya ‘Lingkaran Vienna’ (Calhoun, 2002) pada awal abad ke duapuluh. Sebagai salah satu bagian dari positivisme, positivisme logis ingin membangun kepastian ilmu pengetahuan yang disandarkan lebih pada deduksi logis daripada induksi empiris. Kerangka pengembangan ilmu menurut tradisi positivisme telah memunculkan perdebatan tentang apakah ilmu pengetahuan sosial memang harus “diilmiahkan”. Kritik atas positivism berkaitan dengan penggunaan fakta-fakta yang kaku dalam penelitian sosial. Menurut para oponen positivism, penelitian dan pengembangan ilmu atas realitas sosial dan kebudayaan manusia tidak dapat begitu saja direduksi kedalam kuantifikasi angka yang bisa diverikasi karena realitas sosial sejatinya menyodorkan nilai-nilai yang bersifat kualitatif (Calhoun, 2002). Menjawab kritik ini, kaum positivis mengatakan bahwa metode kualitatif yang digunakan dalam penelitian sosial tidak menemukan ketepatan karena sulitnya untuk di verifikasi secara empiris.
Tokoh-tokoh yang paling berpengaruh dalam mengembangkan tradisi positivisme adalah Thomas Kuhn, Paul K. Fyerabend, W.V.O. Quine, and filosof lainnya. Pikiran-pikiran para tokoh ini membuka jalan bagi penggunaan berbagai metodologi dalam membangun pengetahuan dari mulai studi etnografi sampai penggunaan analisa statistik.

Pragmatisme
Pragmatisme adalah mashab pemikiran filsafat ilmu yang dipelopori oleh C.S Peirce, William James, John Dewey, George Herbert Mead, F.C.S Schiller dan Richard Rorty. Tradisi pragmatism muncul atas reaksi terhadap tradisi idealis yang dominan yang menganggap kebenaran sebagai entitas yang abstrak, sistematis dan refleksi dari realitas. Pragmatisme berargumentasi bahwa filsafat ilmu haruslah meninggalkan ilmu pengetahuan transendental dan menggantinya dengan aktifitas manusia sebagai sumber pengetahuan. Bagi para penganut mashab pragmatisme, ilmu pengetahuan dan kebenaran adalah sebuah perjalanan dan bukan merupakan tujuan.
Pada awalnya pragmatisme dengan tokoh-tokohnya mengambil jalan berpikir yang berbeda antara satu dengan lainnya. Peirce (dalam Calhoun, 2002), misalnya, lebih tertarik dalam meletakkan praktek dalam bentuk klarifikasi gagasan-gagasan. Peirce adalah tokoh yang menggagas konsep bahasa sebagai media dalam relasi instrumental antara manusia dengan benda. Gagasan ini kemudian disebut sebagai semiotik. James, tokoh yang mempopulerkan pragmatism, lebih tertarik dalam menghubungkan antara konsepsi kebenaran dengan area pengalaman manusia yang lain seperti; kepercayaan dan nilai-nilai kemasyarakatan. Tokoh selanjutnya, Dewey, menjadikan pragmatisme sebagai basis dari praktek-praktek berpikir secara kritis. Pendekatan Dewey (1916) yang pragmatis dalam pendidikan, misalnya, menitikberatkan pada penguasaan proses berpikir kritis daripada metode hafalan materi pelajaran.
Sumbangan dari pragmatisme yang lain adalah dalam praktek demokrasi. Dalam area ini pragmatisme memfokuskan pada kekuatan individu untuk meraih solusi kreatif terhadap masalah yang dihadapi.

Kesimpulan
Pandangan dan gagasan filsafat ilmu berkembang dalam dialektika yang sangat dinamis. Hal ini karena berbagai pemikiran baru muncul menggantikan konsep-konsep dan pikiran lama. Namun demikian, walaupun masing-masing aliran ada kelebihan dan kelemahannya, setiap aliran filsafat ilmu saling berkonstribusi dengan saling menyapa secara kritis. Dari pokok bahasan di atas, semau filsafat ilmu memberkan kontribusi yang signifikan bagi terbentuknya pemikiran ilmu pengetahuan modern.
Referensi:
Calhoun, C, 2002, Dictionary of the social science, Oxford University Press, Oxford.
Dewey, J, 1916,  Democracy and education: An introduction to the Philosophy of Education, Macmillan, NY.
Francis, P & Dinnen, S.J, 1996, An introduction to General Linguistic, Holt, Rinehart and Winston, INC, New York.
Habermas, J, 1987, The theory of communicative action, Beacon Press, Boston.
Nasr, H, 1993, History of Islamic Philosophy, Ansariyan Publications, Shohada Str. Qum.


SUMBER : http://endro.staff.umy.ac.id/?p=87