1.Perkembangan Teori Bilangan Pada Zaman Batu
Berhitung, merupakan salah satu kebudayaan kuno, bahkan paling kuno,
yaitu sekuno zaman batu tua atau paleolitikum. Eh, apakah zaman batu tua
itu? Menurut ahli sejarah, manusia yang hidup di zaman itu
menggantungkan sepenuhnya kehidupan mereka terhadap alam dan
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain.
Awalnya, berhitung dipakai untuk menghitung benda-benda, kemudian
berkembang dengan menggunakan jari tangan sebagai alat berhitung. Namun,
waktu itu, mereka sekadar membedakan “satu, dua dan banyak”
Seiring pergantian waktu, datanglah zaman batu muda atau neolitikum,
kira-kira 10.000 tahun yang lalu. Zaman itu ditandai dengan adanya
kegiatan untuk mengolah alam sehingga manusia di zaman itu hidup
menetap. Di zaman itu, kemampuan berhitung mulai berkembang ditandai
dengan pengetahuan berhitung berupa pengurangan dan penjumlahan kemudian
ke perkalian dan pembagian. Namun, kemajuan berhitungnya terbatas pada
hitungan bilangan bulat saja.
Beberapa ratus tahun lalu, bangsa Inca (Peru) dan Maya (Guatemala)
merupakan bangsa yang telah memiliki Kebudayaan tinggi. Hal itu terlihat
pada kemampuan mereka berhitung dalam jumlah yang cukup besar.
Bangsa Inca mencatat bilangan tersebut pada kulpu, yaitu untaian tali
yang bersimpul-simpul. Susunan simpul itulah yang menunjukkan bilangan.
Keren juga ya tekniknya!!! Kepandaian berhitung juga diteruskan pada
kebudayaan Mesopotamia sekitar 4.000 tahun yang lalu. Mereka menggunakan
bilangan dalam enam puluh atau dikenal sebagai sesagesimal. Besar
kemungkinan bilangan enam puluh itu berasal dari kelipatan bilangan dua
belas, sedangkan bilangan dua belas itu sendiri berasal dari jumlah
bulan dalam setahun.
a.Teori Bilangan Pada suku Babilonia
Matematika Babilonia merujuk pada seluruh matematika yang
dikembangkan oleh bangsa Mesopotamia (kini Iraq) sejak permulaan Sumeria
hingga permulaan peradaban helenistik. Dinamai “Matematika Babilonia”
karena peran utama kawasan Babilonia sebagai tempat untuk belajar. Pada
zaman peradaban helenistik, Matematika Babilonia berpadu dengan
Matematika Yunani dan Mesir untuk membangkitkan Matematika Yunani.
Kemudian di bawah Kekhalifahan Islam, Mesopotamia, terkhusus Baghdad,
sekali lagi menjadi pusat penting pengkajian Matematika Islam.
Bertentangan dengan langkanya sumber pada Matematika Mesir, pengetahuan
Matematika Babilonia diturunkan dari lebih daripada 400 lempengan tanah
liat yang digali sejak 1850-an. Lempengan ditulis dalam tulisan paku
ketika tanah liat masih basah, dan dibakar di dalam tungku atau dijemur
di bawah terik matahari. Beberapa di antaranya adalah karya rumahan.
Bukti terdini matematika tertulis adalah karya bangsa Sumeria, yang
membangun peradaban kuno di Mesopotamia. Mereka mengembangkan sistem
rumit metrologi sejak tahun 3000 SM. Dari kira-kira 2500 SM ke muka,
bangsa Sumeria menuliskan tabel perkalian pada lempengan tanah liat dan
berurusan dengan latihan-latihan geometri dan soal-soal pembagian. Jejak
terdini sistem bilangan Babilonia juga merujuk pada periode ini.
Sebagian besar lempengan tanah liat yang sudah diketahui berasal dari
tahun 1800 sampai 1600 SM, dan meliputi topik-topik pecahan, aljabar,
persamaan kuadrat dan kubik, dan perhitungan bilangan regular, invers
perkalian, dan bilangan prima kembar. Lempengan itu juga meliputi tabel
perkalian dan metode penyelesaian persamaan linear dan persamaan
kuadrat. Lempengan Babilonia 7289 SM memberikan hampiran bagi √2 yang
akurat sampai lima tempat desimal.
Matematika Babilonia ditulis menggunakan sistem bilangan seksagesimal
(basis-60). Dari sinilah diturunkannya penggunaan bilangan 60 detik
untuk semenit, 60 menit untuk satu jam, dan 360 (60 x 6) derajat untuk
satu putaran lingkaran, juga penggunaan detik dan menit pada busur
lingkaran yang melambangkan pecahan derajat. Juga, tidak seperti orang
Mesir, Yunani, dan Romawi, orang Babilonia memiliki sistem nilai-tempat
yang sejati, di mana angka-angka yang dituliskan di lajur lebih kiri
menyatakan nilai yang lebih besar, seperti di dalam sistem desimal
b. Teori Bilangan Pada Suku Bangsa Mesir Kuno
Matematika Mesir merujuk pada matematika yang ditulis di dalam bahasa
Mesir. Sejak peradaban helenistik matematika Mesir melebur dengan
matematika Yunani dan Babilonia yang membangkitkan Matematika
helenistik. Pengkajian matematika di Mesir berlanjut di bawah Khilafah
Islam sebagai bagian dari matematika Islam, ketika bahasa Arab menjadi
bahasa tertulis bagi kaum terpelajar Mesir.
Tulisan matematika Mesir yang paling panjang adalah Lembaran Rhind
(kadang-kadang disebut juga “Lembaran Ahmes” berdasarkan penulisnya),
diperkirakan berasal dari tahun 1650 SM tetapi mungkin lembaran itu
adalah salinan dari dokumen yang lebih tua dari Kerajaan Tengah yaitu
dari tahun 2000-1800 SM. Lembaran itu adalah manual instruksi bagi
pelajar aritmetika dan geometri. Selain memberikan rumus-rumus luas dan
cara-cara perkalian, pembagian, dan pengerjaan pecahan, lembaran itu
juga menjadi bukti bagi pengetahuan matematika lainnya, termasuk
bilangan komposit dan prima; rata-rata aritmetika, geometri, dan
harmonik; dan pemahaman sederhana Saringan Eratosthenes dan teori
bilangan sempurna (yaitu, bilangan 6). Lembaran itu juga berisi cara
menyelesaikan persamaan linear orde satu juga barisan aritmetika dan
geometri.
Naskah matematika Mesir penting lainnya adalah lembaran Moskwa, juga
dari zaman Kerajaan Pertengahan, bertarikh kira-kira 1890 SM. Naskah ini
berisikan soal kata atau soal cerita, yang barangkali ditujukan sebagai
hiburan.
c. Teori Bilangan Pada Suku Bangsa India
Sulba Sutras (kira-kira 800–500 SM) merupakan tulisan-tulisan
geometri yang menggunakan bilangan irasional, bilangan prima, aturan
tiga dan akar kubik; menghitung akar kuadrat dari 2 sampai sebagian dari
seratus ribuan; memberikan metode konstruksi lingkaran yang luasnya
menghampiri persegi yang diberikan, menyelesaikan persamaan linear dan
kuadrat; mengembangkan tripel Pythagoras secara aljabar, dan memberikan
pernyataan dan bukti numerik untuk teorema Pythagoras.
Kira-kira abad ke-5 SM merumuskan aturan-aturan tata bahasa Sanskerta
menggunakan notasi yang sama dengan notasi matematika modern, dan
menggunakan aturan-aturan meta, transformasi, dan rekursi. Pingala
(kira-kira abad ke-3 sampai abad pertama SM) di dalam risalah prosodynya
menggunakan alat yang bersesuaian dengan sistem bilangan biner.
Pembahasannya tentang kombinatorika bersesuaian dengan versi dasar dari
teorema binomial. Karya Pingala juga berisi gagasan dasar tentang
bilangan Fibonacci.
Pada sekitar abad ke 6 SM, kelompok Pythagoras mengembangkan sifat-sifat
bilangan lengkap (perfect number), bilangan bersekawan (amicable
number), bilangan prima (prime number), bilangan segitiga (triangular
number), bilangan bujur sangkar (square number), bilangan segilima
(pentagonal number) serta bilangan-bilangan segibanyak (figurate
numbers) yang lain. Salah satu sifat bilangan segitiga yang terkenal
sampai sekarang disebut triple Pythagoras, yaitu : a.a + b.b = c.c yang
ditemukannya melalui perhitungan luas daerah bujur sangkar yang
sisi-sisinya merupakan sisi-sisi dari segitiga siku-siku dengan sisi
miring (hypotenosa) adalah c, dan sisi yang lain adalah a dan b. Hasil
kajian yang lain yang sangat popular sampai sekarang adalah pembedaan
bilangan prima dan bilangan komposit. Bilangan prima adalah bilangan
bulat positif lebih dari satu yang tidak memiliki Faktor positif kecuali
1 dan bilangan itu sendiri. Bilangan positif selain satu dan selain
bilangan prima disebut bilangan komposit. Catatan sejarah menunjukkan
bahwa masalah tentang bilangan prima telah menarik perhatian
matematikawan selama ribuan tahun, terutama yang berkaitan dengan berapa
banyaknya bilangan prima dan bagaimana rumus yang dapat digunakan untuk
mencari dan membuat daftar bilangan prima.
Dengan berkembangnya sistem numerasi, berkembang pula cara atau prosedur
aritmetis untuk landasan kerja, terutama untuk menjawab permasalahan
umum, melalui langkah-langkah tertentu, yang jelas yang disebut dengan
algoritma. Awal dari algoritma dikerjakan oleh Euclid. Pada sekitar abad
4 S.M, Euclid mengembangkan konsep-konsep dasar geometri dan teori
bilangan. Buku Euclid yang ke VII memuat suatu algoritma untuk mencari
Faktor Persekutuan Terbesar dari dua bilangan bulat positif dengan
menggunakan suatu teknik atau prosedur yang efisien, melalui sejumlah
langkah yang terhingga. Kata algoritma berasal dari algorism. Pada zaman
Euclid, istilah ini belum dikenal. Kata Algorism bersumber dari nama
seorang muslim dan penulis buku terkenal pada tahun 825 M., yaitu Abu
Ja’far Muhammed ibn Musa Al-Khowarizmi. Bagian akhir dari namanya
(Al-Khowarizmi), mengilhami lahirnya istilah Algorism. Istilah algoritma
masuk kosakata kebanyakan orang pada saat awal revolusi komputer, yaitu
akhir tahun 1950.
Pada abad ke 3 S.M., perkembangan teori bilangan ditandai oleh hasil
kerja Erathosthenes, yang sekarang terkenal dengan nama Saringan
Erastosthenes (The Sieve of Erastosthenes). Dalam enam abad berikutnya,
Diopanthus menerbitkan buku yang bernama Arithmetika, yang membahas
penyelesaian persamaan didalam bilangan bulat dan bilangan rasional,
dalam bentuk lambang (bukan bentuk/bangun geometris seperti yang
dikembangkan oleh Euclid). Dengan kerja bentuk lambang ini, Diopanthus
disebut sebagai salah satu pendiri aljabar.
2. Teori Bilangan Pada Masa Sejarah (Modern)
Awal kebangkitan teori bilangan modern dipelopori oleh Pierre de
Fermat (1601-1665), Leonhard Euler (1707-1783), J.L Lagrange
(1736-1813), A.M. Legendre (1752-1833), Dirichlet (1805-1859), Dedekind
(1831-1916), Riemann (1826-1866), Giussepe Peano (1858-1932), Poisson
(1866-1962), dan Hadamard (1865-1963). Sebagai seorang pangeran
matematika, Gauss begitu terpesona terhadap keindahan dan kecantikan
teori bilangan, dan untuk melukiskannya, ia menyebut teori bilangan
sebagai the queen of mathematics.
Pada masa ini, teori bilangan tidak hanya berkembang sebatas konsep,
tapi juga banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi. Hal ini dapat dilihat pada pemanfaatan konsep bilangan
dalam metode kode baris, kriptografi, komputer, dan lain sebagainya
3. Tokoh-Tokoh Teori Bilangan
a. Pythagoras (582-496 SM)
Pythagoras adalah seorang matematikawan dan filsuf Yunani yang paling
dikenal melalui teoremanya. Dikenal sebagai “Bapak Bilangan”, dia
memberikan sumbangan yang penting terhadap filsafat dan ajaran keagamaan
pada akhir abad ke-6 SM.
Salah satu peninggalan Pythagoras yang terkenal adalah teorema
Pythagoras, yang menyatakan bahwa kuadrat hipotenusa dari suatu segitiga
siku-siku adalah sama dengan jumlah kuadrat dari kaki-kakinya
(sisi-sisi siku-sikunya). Walaupun fakta di dalam teorema ini telah
banyak diketahui sebelum lahirnya Pythagoras, namun teorema ini
dikreditkan kepada Pythagoras karena ia yang pertama kali membuktikan
pengamatan ini secara matematis.
b. Jamshid Al-Kashi (1380 M)
Al-Kashi terlahir pada 1380 di Kashan, sebuah padang pasir di sebelah
utara wilayah Iran Tengah. Selama hidupnya, al-Kashi telah menyumbangkan
dan mewariskan sederet penemuan penting bagi astronomi dan matematika.
Pecahan desimal yang digunakan oleh orang-orang Cina pada zaman kuno
selama berabad-abad, sebenarnya merupakan pecahan desimal yang
diciptakan oleh al-Kashi. Pecahan desimal ini merupakan salah satu karya
besarnya yang memudahkan untuk menghitung aritmatika yang dia bahas
dalam karyanya yang berjudul Kunci Aritmatika yang diterbitkan pada awal
abad ke-15 di Samarkand.
c. Abu Ali Hasan Ibnu Al-Haytam (965 M)
Abu Ali Hasan Ibnu Al-Haytam lahir Basrah Irak, yang oleh masyarakat
Barat dikenal dengan nama Alhazen. Al-Haytam adalah orang pertama yang
mengklasifikasikan semua bilangan sempurna yang genap, yaitu bilangan
yang merupakan jumlah dari pembagi-pembagi sejatinya, seperti yang
berbentuk 2k-1(2k-1) di mana 2k-1 adalah bilangan prima. Selanjutnya
Al-Haytam membuktikan bahwa bila p adalah bilangan prima, 1+(p-1)! habis
dibagi oleh p.
d. Pierre de Fermat
Fermat menuliskan bahwa “I have discovered a truly remarkable proof
which this margin is to small to contain”. Fermat juga hampir selalu
menulis catatan kecil sejak tahun 1603, manakala ia pertama kali
mempelajari Arithmetica karya Diophantus. Ada kemungkinan Fermat
menyadari bahwa apa yang ia sebut sebagai remarkable proof ternyata
salah, karena semua teorema yang dia nyatakan biasanya dalam bentuk
tantangan yang Fermat ajukan terhadap matematikawan lain. Meskipun kasus
khusus untuk n = 3 dan n = 4 ia ajukan sebagai tantangan (dan Fermat
mengetahui bukti untuk kasus ini) namun teorema umumnya tidak pernah ia
sebut lagi. Pada kenyataannya karya matematika yang ditinggalkan oleh
Fermat hanya satu buah pembuktian. Fermat membuktikan bahwa luas daerah
segitiga siku- siku dengan sisi bilangan bulat tidak pernah merupakan
bilangan kuadrat. Jelas hal ini mengatakan bahwa tidak ada segitiga
siku-siku dengan sisi rasional yang mempunyai luas yang sama dengan
suatu bujursangkar dengan sisi rasional. Dalam simbol, tidak terdapat
bilangan bulat x, y, z dengan sehingga bilangan kuadrat. Dari sini mudah
untuk mendeduksi kasus n = 4, Teorema Fermat. Penting untuk diamati
bahwa dalam tahap ini yang tersisa dari pembuktian Fermat Last Theorem
adalah membuktikan untuk kasus n bilangan prima ganjil. Jika terdapat
bilangan bulat x, y, z dengan maka jika n = pq, .
4. Kapankah angka nol ditemukan?
Zero = 0 = Empty = Kosong (Nol) Memang, kata dalam Bahasa Inggris ‘zero’
(nol) berasal dari bahasa Arab ‘sifr’, suatu terjemahan literal dari
bahasa Sanskrit “shûnya” yang bermakna “kosong”. Runtutan keterkaitan
bahasa dari masa ke masa: shûnya (Sanskrit) -> (Ancient
Egypt/Babylonia) -> (Greek/Helenic) -> (Rome/Byzantium) – sifr
(Arab) -> zero (English) -> nol; kosong (Indonesia) Wikipedia The
word “zero” comes ultimately from the Arabic “sifr”, or “empty,” a
literal translation of the Sanskrit “shûnya”. With its new use for the
concept of zero, zephyr came to mean a light breeze – “an almost
nothing” (Ifrah 2000; see References). The word zephyr survives with
this meaning in English today. The Italian mathematician Fibonacci
(c.1170-1250), who grew up in Arab North Africa and is credited with
introducing the Arabic decimal system to Europe. Around the same time,
the Arab mathematician al-Khwarizmi described the “Hindu number” system
with positional notation and a zero symbol in his book Kitab al-jabr
wa’l muqabalah. Nol asalnya dari India “shûnya” bukan cuma sebuah
istilah, tapi juga konsep.
Sekitar tahun 300 SM orang babilonia telah memulai penggunaan dua buah
baji miring, //, untuk menunjukkan sebuah tempat kosong, sebuah kolom
kosong pada Abakus. Simbol ini memudahkan seseorang untuk menentukan
letak sebuah symbol. Angka nol sangat berguna dan merupakan simbol yang
menggambarkan sebuah tempat kosong dalam Abakus, sebuah kolom dengan
batu-batu yang ditempatkan di dasar. Kegunaannya hanya untuk memastikan
bahwa butiran-butiran tersebut berada di tempat yang tepat, angka nol
tidak memiliki nilai numeric tersendiri.
Pada komputer nol ini dapat merusak sistem, karena nol diartikan tidak
ada. Berapapun bilangan dikalikan dengan nol hasilnya tidak ada. Nah
inilah yang membuat bingung dalam operasi perhitungan.
Perhatikan contoh ini :
0=0 ( nol sama dengan nol, benar)
0 x3=0 x 89 (nol sama-sama dikalikan dengan sebuah bilangan, karena juga akan bernilai nol)
(0 x 3)/0= (0 x 89)/0 (sebuah bilangan dibagi dengan bilangan yang sama, akan bernilai satu)
3=89 (???, hasil ini yang membuat bingung)
Walaupun demikian sebenarnya nol itu hebat, jika tidak ditemukan angka
nol tulisan satu juta dalam bilangan romawi ditulis apa?? Bisa-bisa
selembar kertas tidak sampai untuk hanya memberikan symbol satu juta
itu. Bisa dibayangkan jika nol tidak ada. Banyak kekuatan yang
terkandung dalam angka ini. Nol adalah perangkat paling penting dalam
matematika. Namun berkat sifat matematis dan filosofis yang aneh pada
angka nol, ia akan berbenturan dengan filsafat barat.
Angka nol berbenturan dengan salah satu prinsip utama filsafat barat,
sebuah dictum yang akar-akarnya terhujam dalam filsafat angka
Phythagoras dan nilai pentingnya tumbuh dari paradoks Zeno. seluruh
cosmos Yunani didirikan di atas pilar: tak ada kekosongan.
Kosmos Yunani yang dis=ciptakan oleh Phytagoras, Aristoteles dan
Ptolemeus masih lama bertahan setelah keruntuhan peradaban Yunani. Dalam
kosmos ini tak ada ketiadaaan. Oleh karena itu, hampir sepanjang dua
milinium orang-orang barat tak bersedia menerima angka nol.
Konsekuensinya sungguh menakutkan. Ketiadaan angka nol menghambat
perkembangan matematika, menghalangi inovasi sains dan yang lebih
berbahaya, mengacaukan sistem penanggalan.
5. Macam-macam bilangan
Bilangan Bulat adalah bilangan yang terdiri atas bilangan positif, bilangan nol, dan bilangan negatif.
Misal : ….-2,-1,0,1,2….
Bilangan asli adalah bilangan bulat positif yang diawali dari angka 1(satu) sampai tak terhingga.
Misal : 1,2,3….
Bilangan cacah adalah bilangan bulat positif yang diawali dari angka 0 (nol) sampai tak terhingga.
Misal : 0,1,2,3,….
Bilangan prima adalah bilangan yang tepat mempunyai dua faktor yaitu bilangan 1 (satu) dan bilangan itu sendiri.
Misal : 2,3,5,7,11,13,…..
(1 bukan bilangan prima, karena mempunyai satu faktor saja).
Bilangan komposit adalah bilangan yang bukan 0, bukan 1 dan bukan bilangan prima.
Misal ; 4,6,8,9,10,12,….
Bilangan rasional adalah bilangan yang dinyatakan sebagai suatu
pembagian antara dua bilangan bulat (berbentuk bilangan a/b, dimana a
dan b merupakan bilangan bulat).
Misal: 1/2 ,2/(3 ),3/4….
Bilangan irrasional adalah bilangan yang tidak dapat dinyatakan sebagai pembagian dua bilangan bulat.
Misal: π, √3 , log 7 dan sebagainya.
Bilangan riil adalah bilangan yang merupakan penggabungan dari bilangan rasional dan bilangan irrasional
Misal: 1/2 √(2 ),1/3 √5,1/4 π,2/3 log2 dan sebagainya.
Bilangan imajiner (bilangan khayal) adalah bilangan yang ditandai dengan
i, bilangan imajiner i dinyatakan sebagai √(-1). Jadi, jika i = √(-1)
maka i2= -1
Misal: √(-4)=⋯?
√(-4)=√(4×(-1) )
= √4×√(-1)
= 2 × i
= 2i
Jadi, √(-4)=2i.
Bilangan kompleks adalah bilangan yang merupakan penggabungan dari bilangan riil dan bilangan imajiner.
Misal; π√(-1)= πi
Log √(-1)=logi
Sumber : http://mathgalau.wordpress.com/sejarah-bilangan/